Sebuah cerita dari lingkar lingkar mahasiswa yang tak pernah saya dapati arti dari sebuah persahabatan nyata, dari sebuah golongan golongan. Yah.. memang bisa di kata "golongan" karena selalu memintingkan arti sebuah kemengan dalam golongan tersebut tanpa tau apa makna sebuah jabat tangan. Memang persinggungan itu hal wajar, ibarat sebuah piston untuk bergerak ia harus bersinggungan dengan rumah piston. Tapi apalah di kata jika di kening tak ada kamus yang menjabarkan akan sebuah perubahan nyata dengan tindakan tanpa merubah sebuah sistem dalam lingkup kenegaraan, Kenapa saya berbicara langsung ke atas karena saya khawatir tentang apa yang di sampaikan dan saya dengarkan tentang perubahan. Perubahan tentang negara yang di awali mahasiswa. Mungkin hari ini mahasiwa tidak bisa di katakan lagi suci seperti zaman di orde orde karena sekarang bukan salah akan sistem pendidikan tetapi akan budaya yang tertanam dalam otak otak mahasiswa.
Mencoba merancang dan menggerakkan untuk memperoleh sesuatu untuk bisa di nikmatin kelompk kelompoknya nanti. Di mana korupsi di lini kampus pun merebak untuk menghidupi kelompok kelompok. Nggak bisa di pungkiri lagi,semua mahasiswa sudah mempratikkan sebuah sistim ini dengan dalih agar semua rakyatnya ( golongan ) biar tetap hidup dengan uang uang hasil proposal acc dekan atapun rektor. Walapun mereka berkoar koar di jalan teriak teriak korupsi ini korusi itu di pejabatnya yang mana pejabat itu adalah senior seniornya sendiri. Ibarat ngomong tanpa tindakan, mahasiswa sekarang teracuni dengan kehidupan yang memperbanyak polusi tanpa menanam tumbuhan. Saya tak menyalahkan koruptor karena dulu di jaman jaman perkulihaannya mereka juga melakukan praktik ini sewaktu menjabat di kampus atapun di organisasi oraganisasi.
Siapa yang salah ?? tak ada yang salah yang salah adalah budaya kolot tak mengerti apa itu arti kejujuran yang nyata. Masih banyak tepo sliro yang menyimpang bukan arti dari teposliro itu sendiri.